Sabtu, 26 November 2011

Perjalanan rantauku... (two)

Aku mengucapkan terima kasih pada gadis itu. "Namaku Nonik," katanya.
"Nonik? Oh, namaku Rahmat." Aku mengulurkan tangan. "Maaf, tanganku kotor," Nonik menolak uluran tanganku.
"Baiklah," aku tersenyum. "Kamu mau kemana?"
"Banjar. Tujuan kita sama, kebetulan sekali." Nonik menenteng ranselnya yang tergeletak di jalan. "Mungkin kita bisa pergi bersama?"
"Ya," aku mengangguk. "Sepertinya kita harus bergegas, bis biasanya akan mahal pada malam hari. Dan aku tidak memiliki cukup banyak uang."
"Aku juga." Kata Nonik. Kemudian dia mulai berjalan mendahuluiku. "Stasiun bus di sebelah sana kan?"
"Aku tidak tahu, aku tidak pernah datang kesini." Kataku.
"Yeah... Aku cuma mengira-ngira saja, aku juga tidak tahu," Nonik tertawa kecil.
Jadi kami berjalan mencari arah ke stasiun terdekat, stasiun bus Banjar Baru. seperti yang sering kubaca di buku milik ayahku, stasiun itu terletak di daerah perkotaan. Dan aku sama sekali belum pernah kesana, tapi aku juga sama sekali tidak bisa disebut sebagai turis.
"Oh, tidak! lampu jalan dinyalakan! Kita terlambat! Yang ada sekarang hanya bus malam, dan kita harus apa?" Nonik terlihat panik.
"Hum, ya... Kita harus pasrah, bus malam.." Kataku.
"Fyuuh... Baiklah, bus malam berapa harganya sih?" Tanya Nonik.
Aku mengangkat bahu. "Entahlah, yang jelas, mahal."
"Kalau itu aku sudah tahu!"
"Kita tanya saja ke kernet bisnya." Kataku. "Dia yang paling tahu,"
"Baiklah.." Bahuku melorot.
Menurut penerawanganku, mungkin harga bis malam bisa melebihi kemampuanku. Selama ini, aku selalu naik becak atau berjalan kaki. Dan kalaupun harga bis malam 200 ribu, uangku akan habis tak bersisa. Bisa jadi aku tidak akan sarapan besok pagi.

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan cuma baca, komentar juga doong..! bagi saya, komentar itu membuat saya senang